Translate

Total Tayangan Halaman

Followers

Kamis, 11 April 2013

Teori Permintaan Uang


PERMINTAAN UANG MENURUT KLASIK
Teori Klasik Mengatakan bahwa, uang diterima masyarakat karena setiap orang menhetahui uang itu dapat ditukarkan dengan barang-barang dan jasa-jasa, dengan kata lain bukan karena nilai intrinsiknya akan tetapi karena uang itu mempunyai kualitas alat pembayaran dalam masyarakat. Pendapat inilah yang menjadi dasar Quantity Theory yang disebut ”Pure Quantity Theory”. Dalam Quantity Theory ini ada beberapa pandangan yang akan dijelaskan sejak awal perkembangannya. Quantity Theory (teori Kuantitas) adalah teori yang menjelaskan nilai uang.
Perkembangan Teori Kuantitas Uang (Quantity Theory of Money) dari Mazhab Klasik.
  1. Teori Kuantitas Sederhana (Crude Quantity Theory) Ricardo
  2. Transaction Equation atau Transaction Velocity Approach
  3. Income Flow Equation of Exchange
  4. Cambridge Equation of Exchange
èTeori Kuantitas Sederhana (Crude Quantity Theory) Ricardo
M = k.p atau P = 1/k.M

Ricardo telah memecahkan masalah nilai uang dengan memperhatikan hubungan yang lurus antara jumlah uang dengan harga barang. Dia telah mengambil kesimpulan bahwa jumlah uang dengan nilai uang mempunyai hubungan terbalik. “Bila jumlah uang naik dua kali lipat, hargapun akan naik dua kali lipat, demikian pula sebaliknya”

M = Jumlah Uang Beredar                   P  = Tingkat harga
K  = Merupakan factor proporsional yang konstan
èTransaction Equation atau Transaction Velocity Approach
Ini merupakan penyempurnaan daripada teori yang sebelumnya dilakukan oleh Irving Fisher. Ia menyatakan bahwa yang menentukan nilai uang ada 3 faktor yaitu:
Ø  Jumlah uang beredar (M)
Ø  Cepatnya peredaran uang (V)
Ø  Jumlah barang yang diperdagangkan atau volume barang yang diperdagangkan (T)
MV = PT atau P = MV/T

Rumus Fisher, Transaction Equation adalah:
                                   
è Income Flow Equation of Exchange
Variasi lain daripada teori kuantitas uang adalah income flow equation of exchange yang dapat dinyatakan denga rumus sebagai berikut:
MVy =PyTy atau Py= MVy/Ty
       M = Jumlah uang beredar
       Vy = Income velocity dari uang
       Py = Harga rata-rata semua barang dan jasa yang tercakup dalam Ty
       Ty = Volume barang jadi (barang akhir) dan jasa yang diperdagangkan
Ini berarti persamaan tersebut menyatakan bahwa pendapatan nasional sama dengan jumlah total pengeluaran untuk barang-barang jadi (Akhir).
è Cambridge Equation of Exchange
Merupakan bentuk lain dari teori kuantitas daripada uang yang dikemukakan oleh Marshall, Pigou, Robertson dan Keynes. Cambridge Equation mengenal dua versi, yaitu:
  1. Cash balance Equation: M=k.PT
  2. Income Version: M=k.PQ=ky
èIncome Version
 M = k.PQ = kY (Marshall)
 Rumus:           M = k.Y
 M = Jumlah uang beredar
 k =  Bagian dari pendapatan nasional yang ingin dipegang dalam bentuk uang
 Y = Pendapatan Nasional
Kalau teori kuantitas yang lain lebih menitikberatkan pada hubungan antara uang dan harga, maka rumus Mashal merupakan hubungan antara Jumlah uang dengan pendapatan nasional.
Teori Marshal ini merupakan dasar dari ”demand for money”. Selanjutnya pandangan dari Marshal (kY) inilah, benih “liquidity Preference Theory” dari Keynes.
Kesimpulan dari Teori Kuantitas secara umum
ð Adanya tambahan JUB akan dibelanjakan semua tanpa dipikirkan kemungkinannya untuk ditabung
ð Velocity of money (V) dan volume transaksi (T) dianggap tetap dan hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor nonmoneter (faktor kelembagaan.
ð Tambahan JUB tidak akan mempengaruhi sector riel (classical dichotomy)
ð Tingkat harga umum akan selalu berubah mengikuti JUB


PERMINTAAN UANG MENURUT KEYNES
Income Payment Approach (Liquidity Preperence) J.M. Keynes
Keynes membedakan 3 motif untuk apa orang menahan uang. Berdasarkan “psychological Law of Consumers Behavior” yaitu:
       Transaction Motive (motif transaksi)
       Precautionary motive (motif berjaga-jaga)
       Speculative motive (motif spekulasi)
Teori preferensi liquiditas Keynes menyatakan bahwa permintaan uang dalam arti Md/P tergantung  pada pendapatan Y (Output Agregat) dan suku bunga i. Permintaan uang berhubungan positif dengan pendapatan karena dua alasan :
è Kenaikan pendapatan meningkatkan transaksi dalam perekonomian, yang selanjutnya meningkatkan permintaan atas uang karena pendapatan digunakan untukmelakukan transaksi-transaksi ini
èKenaikan pendapat meningkatkan permintaan uang karena kenaikan pendapatan meningkatkan kekayaan individu yang ingin memegang lebih banyak aset,salah satunya adalah uang.
Biaya peluang memegang uang adalah suku bunga. Sejalan dengan kenaikan suku bunga , biaya peluang dari memegang uang meningkat, dan permintaan uang menurun. Menurut teori preferensi liquiditas, permintaan uang nerhubungan positif dengan output agregat dan berhubungan negatif dengan suku bunga.
Kelemahan teori irving fisher kuantitas uang yaitu sulit untuk menentukan unit transaksi sebenarnya yang terjadi (T) karena dalam perekonomian tidak hanya dihasilkan satu produk, tetapi lebih dari itu. Untuk itu, maka nilai T yang digunakan adalah nilai output riil atau PDB riil sehingga persamaannya menjadi M x V = P x T
*PENAWARAN UANG
Penawaran uang adalah jumlah semua uang yang beredar dalam suatu perekonomian. Menurut ekonom klasik Mengartikan uang sebagai uang kertas dan uang logam yang ada ditangan masyarakat  ( uang kartal)karena hanya uang inilah yang benar-benar merupakan daya beli yang langsung bisa digunakan serta mempengaruhi harga barang.











Selasa, 09 April 2013

Ketimpangan Pendapatan


KETIMPANGAN PENDAPATAN
Kesenjangan pendapatan adalah sebuah realita yang ada di tengah masyarakat dunia ini, Di negara berkembang masalah ketimpangan selalu menjadi isu penting, karena adanya kecenderungan bahwa kebijakan pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi telah menimbulkan semakin tinngi tingkat kesenjangan yang terjadi. Hal ini telah dikemukakan oleh Kuznet (1996) dengan hasil penelitiannya di beberapa negara, demikian pula dengan Adelman dan Morris (1973) serta Chennery dan Syrquin (1995)
Pembangunan Ekonomi yang tidak merata di Indonesia mengakibatkan ketimpangan pendapat antar daerah merupakan persoalan penting dalam mengkaji perekonomian di Indonesia.
Sebagai sebuah negara yang terdiri dari ribuan pulau perbedaan karakteristis wilayah adalah konsekuensi yang tidak dapat di hindari oleh Indonesia. Karena karakteristik wilayah mempunyai pengaruh kuat pada terciptanya pola pembangunan ekonomi, maka tidak mengherankan bila pola pembangunan ekonomi wilayah di Indonesia tidak seragam. Ketidakseragaman ini akan berpengaruh pada kemampuan untuk tumbuh pada gilirannya akan mengakibatkan beberapa wilayah mampu tumbuh cepat sementara wilayah lainnya tumbuh lambat. Selanjutnya kemampuan tumbuh yang berbeda ini akan mengakibatkan terjadinya ketimpangan pendapat antar wilayah di Indonesia.
Perbedaan karakteristik wilayah yang ada di Indonesia antara lain menyangkut beberapa indikator sebagai berikut. Pertama, jumlah dari kepadatan pendududk. Penduduk Jawa pada tahun 2000 adalah sekitar 60% dari total penduduk sementara wilayah nya hanya sekitar 6% dari total luas Indonesia. Kondisi ini akan mengait dengan berbagai variabel yang pada satusisi akan memberikan keuntungan sementara pada sisi lain akan mendatangkan kerugian. Kedua, digandakan dengan berbagai upaya yang dilakukan masing-masing wilayah dalam bidang investasi, maka setiap wilayah mempunyai daya tarik tersendisi bagi investor, baik domestik maupun asing. Sebagai akibatnya, wilayah dengan daya tarik lemah kurang dipilih oleh investor. Mengngat investasi adalah salah satu komponen pembentuk pendapatan wilayah (PDRB), maka perbedaan investasi akan mengakibatkan terjadinya perbedaan pendapatan. Ketiga, karena ada wilayah yang mampu tumbuh cepat dan ada pula yang tumbuh lambat, maka pangsa sektor sekunder untuk masing-masing wilayah juga tidak sama.
Ketimpangan pendapatan di Indonesia saat ini cenderung meningkat pada tingkatan yang cukup mengkhawatirkan. Koefisien gini yang menunjukkan tingkat ketimpangan berada pada tingkatan yang cukup mengkhawatirkan, yaitu 0,42.

 Pengertian koefisien gini adalah jika pendapatan semua orang sama maka koefisien gini adalah nol. Sedangkan, jika seluruh pendapatan hanya dikuasai oleh satu orang maka koefisien gini adalah satu. Koefisien gini adalah pengukuran sesaat yang tidak menjelaskan bagaimana ketimpangan itu terjadi dan bagaimana kelanjutannya.

Ketimpangan pada tingkatan tertentu yang terjadi karena peningkatan produktivitas tenaga kerja terampil dan sumbangan teknologi adalah positif. Tetapi, ketimpangan yang tinggi karena kesempatan yang tidak sama, kekakuan sosial, dan kronisme membaha yakan keberlanjutan perkembangan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi sekalipun diikuti oleh penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan, tetapi golongan atas mendapatkan manfaat yang jauh lebih besar.
Sebagian besar pekerja di Indonesia, sekitar dua per tiga bekerja di sektor informal yang tidak mendapatkan bagian yang memadai dari pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan yang tinggi berakibat pada kekakuan sosial, menghambat mobilitas sosial, dan selanjutnya melemahkan kesatuan sosial yang mengancam keberlanjutan perkembangan ekonomi dan keutuhan bangsa.
Sekalipun beberapa faktor memengaruhi ketimpangan pendapatan, seperti perbedaan keterampilan dan keahlian, usia, dan geografi, tetapi kebijakan pemerintah memegang peranan penting.
Kebijakan pemerintah juga penting dalam mengatasi sumber ketimpangan dengan kebijakan yang progresif. Bukan sekadar redistribusi dan peningkatan pajak, melainkan kebijakan yang menjawab ketimpangan dengan pertumbuhan dan kesejahteraan yang lebih tinggi.
Pemerintah dapat mengurangi ketimpangan dengan tiga cara, yaitu pajak, pengeluaran pemerintah, dan regulasi. Pajak adalah cara paling efektif, yaitu dengan menerapkan pajak progresif kepada golongan kaya untuk membiayai pengeluaran pemerintah dalam program sosial. Tetapi, pajak progresif di Indonesia tidak dapat berjalan dalam praktiknya karena kelemahan sistem perpajakan dan ketaatan membayar pajak yang rendah.
Program pemerintah dalam bentuk subsidi energi yang dalam Rancangan APBN 2013 dianggarkan sekitar Rp 300 triliun ternyata lebih menguntungkan golongan mampu daripada mereka yang miskin sehingga menambah, bukan mengurangi ketimpangan. Begitu pula program beras untuk orang miskin (raskin) banyak diselewengkan. Program subsidi pendidikan dapat dikatakan cukup membantu golongan miskin yang memungkinkan anak mereka memperoleh mobilitas sosial yang lebih tinggi, sekalipun masih belum optimal. Asuransi kesehatan masih sangat terbatas jangkauannya.
Upaya mengatasi ketim- pangan dapat sejalan dengan pertumbuhan dan peningkatan kesejahteraan. Pemerataan kesempatan merupakan jalan efektif bagi mobilitas sosial. Karena itu, kronisme dan korupsi yang menghambat mobilitas sosial harus diminimalkan. Pajak, sekalipun tidak progresif, harus diefektifkan karena sebagai sumber utama bagi program sosial untuk mengatasi ketimpangan dan kemiskinan. Investasi pada golongan muda akan sangat menentukan pengurangan ketimpangan pada masa datang. Program sosial mencakup pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial lainnya harus ditingkatkan efektivitas dan jangkauan pelaksanaannya untuk memberikan basis bagi golongan miskin melakukan mobilitas sosial.
Mengatasi ketimpangan dan meningkatkan kesejahteraan tidak harus membuat peran negara menjadi terlalu besar karena akan memberatkan perekonomian. Perhatian ditujukan pada kemampuan membiayai program sosial. Pengeluaran yang salah arah, seperti subsidi bahan bakar minyak (BBM), harus dikoreksi dengan subsidi langsung yang mengena pada kelompok sasaran. Program sosial haruslah fleksibel dan inovatif. Manfaatkan teknologi untuk mengefektifkan pelaksanaan program sosial. Apa yang penting adalah menjaga keterbukaan kesempatan yang sama dengan efektivitas pajak dan program sosial yang dijalankan pemerintah.
Keberlanjutan perkembangan ekonomi sangat ber gantung pada rendahnya ketimpangan dan persamaan kesempatan bagi mobilitas yang tinggi. Ketimpangan yang tinggi akan menghambat perekonomian karena menurunkan partisipasi masyarakat dan melemahkan kohesi sosial.

Dampak Sosial
Ketimpangan pendapatan yang parah juga memiliki dampak sosial yang cukup serius. Makin tinggi derajat ketimpangan, maka potensi konflik sosial akan makin besar. Konflik buruh yang terjadi sepanjang tahun 2012 adalah salah satunya. Buruh sebagai salah satu faktor produksi dan konsumsi tidak turut merasakan manisnya kue pembangunan. Sementara itu, para miliarder menikmati manisnya pertumbuhan yang didorong oleh tingginya konsumsi yang berkontribusi terhadap meningkatnya jumlah kekayaan mereka. Kondisi yang terjadi adalah orang kaya menguasai kue pembangunan hingga 85% dan sisanya diperebutkan masyarakat umum termasuk buruh.
Kemudian pada kelompok masyarakat yang termasuk dalam kuantil (quintile) terbawah, tingkat pendapatan akan mengalami berbagai masalah. Laporan Policy Review Perkumpulan Prakarsa menyebutkan kinerja Indonesia paling dasar yakni menanggulangi masalah kelaparan ternyata paling buruk di Asia Tenggara. Indeks kelaparan global Indonesia hanya turun dari 12,47 menjadi 12 yang termasuk dalam kategori kelaparan serius. Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan meningkatnya jumlah orang kaya di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Wijaya Adi, Kajian ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekonomi dan Pembangunan (PEP-LIPI), Jakarta, 2001
Umar Juoro ; Mengatasi Ketimpangan Pendapatan, Ekonom Senior di CIDES dan the Habibie Center, Republika, 22 Oktober 2012