Selasa, 30 April 2013
Ekonomi Islam Substantif: OPTIMALISASI MODEL HUBUNGAN BAZNAS DENGAN LAZ DALA...
Ekonomi Islam Substantif: OPTIMALISASI MODEL HUBUNGAN BAZNAS DENGAN LAZ DALA...: Aam S. Rusydiana [1] & Eko Kurniadi [2] ABSTRACT In 2011, the Government of Indonesia passed UU No. 23 tahun 2011 neighbo...
Senin, 29 April 2013
Rabu, 24 April 2013
Kamis, 11 April 2013
Teori Permintaan Uang
PERMINTAAN UANG MENURUT KLASIK
Teori Klasik Mengatakan bahwa, uang diterima masyarakat karena setiap orang menhetahui
uang itu dapat ditukarkan dengan barang-barang dan jasa-jasa, dengan kata lain
bukan karena nilai intrinsiknya akan tetapi karena uang itu mempunyai kualitas
alat pembayaran dalam masyarakat. Pendapat inilah yang menjadi dasar Quantity
Theory yang disebut ”Pure Quantity Theory”. Dalam Quantity Theory ini
ada beberapa pandangan yang akan dijelaskan sejak awal perkembangannya. Quantity Theory (teori
Kuantitas) adalah teori yang menjelaskan nilai uang.
Perkembangan Teori Kuantitas Uang (Quantity
Theory of Money) dari Mazhab Klasik.
- Teori Kuantitas Sederhana (Crude Quantity
Theory) Ricardo
- Transaction Equation atau Transaction
Velocity Approach
- Income Flow Equation of Exchange
- Cambridge Equation of Exchange
èTeori Kuantitas Sederhana
(Crude Quantity Theory) Ricardo
M = k.p
atau P = 1/k.M
|
M = Jumlah Uang Beredar P = Tingkat harga
K = Merupakan factor proporsional yang konstan
èTransaction Equation atau
Transaction Velocity Approach
Ini merupakan penyempurnaan daripada teori yang
sebelumnya dilakukan oleh Irving Fisher. Ia menyatakan bahwa yang menentukan
nilai uang ada 3 faktor yaitu:
Ø Jumlah uang beredar (M)
Ø Cepatnya peredaran uang (V)
Ø Jumlah barang yang
diperdagangkan atau volume barang yang diperdagangkan (T)
MV = PT
atau P = MV/T
|
è Income Flow Equation of Exchange
Variasi lain daripada teori kuantitas uang adalah
income flow equation of exchange yang dapat dinyatakan denga rumus sebagai
berikut:
MVy =PyTy atau Py= MVy/Ty
–
M = Jumlah uang beredar
–
Vy = Income velocity dari uang
–
Py = Harga rata-rata semua barang dan jasa yang
tercakup dalam Ty
–
Ty = Volume barang jadi (barang akhir) dan jasa yang
diperdagangkan
Ini berarti persamaan
tersebut menyatakan bahwa pendapatan nasional sama dengan jumlah total
pengeluaran untuk barang-barang jadi (Akhir).
è Cambridge Equation of Exchange
Merupakan bentuk lain dari teori kuantitas
daripada uang yang dikemukakan oleh Marshall, Pigou, Robertson dan Keynes.
Cambridge Equation mengenal dua versi, yaitu:
- Cash balance Equation: M=k.PT
- Income Version: M=k.PQ=ky
èIncome Version
M = k.PQ = kY (Marshall)
Rumus: M = k.Y
M = Jumlah uang beredar
k = Bagian dari pendapatan nasional yang ingin
dipegang dalam bentuk uang
Y = Pendapatan Nasional
Kalau teori kuantitas yang lain lebih
menitikberatkan pada hubungan antara uang dan harga, maka rumus Mashal
merupakan hubungan antara Jumlah uang dengan pendapatan nasional.
Teori Marshal ini merupakan
dasar dari ”demand for money”. Selanjutnya pandangan dari Marshal (kY) inilah,
benih “liquidity Preference Theory” dari Keynes.
Kesimpulan dari Teori Kuantitas secara umum
ð Adanya tambahan JUB akan
dibelanjakan semua tanpa dipikirkan kemungkinannya untuk ditabung
ð Velocity of money (V) dan
volume transaksi (T) dianggap tetap dan hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor
nonmoneter (faktor kelembagaan.
ð Tambahan JUB tidak akan
mempengaruhi sector riel (classical dichotomy)
ð Tingkat harga umum akan selalu
berubah mengikuti JUB
PERMINTAAN UANG MENURUT KEYNES
Income Payment Approach (Liquidity Preperence) J.M.
Keynes
Keynes membedakan 3 motif untuk apa orang menahan
uang. Berdasarkan “psychological Law of Consumers Behavior” yaitu:
– Transaction Motive (motif transaksi)
– Precautionary motive (motif berjaga-jaga)
– Speculative motive (motif spekulasi)
Teori preferensi
liquiditas Keynes menyatakan bahwa permintaan uang dalam arti Md/P tergantung pada pendapatan Y (Output Agregat) dan suku
bunga i. Permintaan uang berhubungan
positif dengan pendapatan karena dua alasan :
è Kenaikan pendapatan meningkatkan transaksi dalam perekonomian, yang selanjutnya meningkatkan permintaan atas uang karena pendapatan digunakan untukmelakukan transaksi-transaksi ini
è Kenaikan pendapatan meningkatkan transaksi dalam perekonomian, yang selanjutnya meningkatkan permintaan atas uang karena pendapatan digunakan untukmelakukan transaksi-transaksi ini
èKenaikan
pendapat meningkatkan permintaan uang karena kenaikan pendapatan meningkatkan
kekayaan individu yang ingin memegang lebih banyak aset,salah satunya adalah
uang.
Biaya peluang memegang
uang adalah suku bunga. Sejalan dengan kenaikan suku bunga , biaya peluang dari
memegang uang meningkat, dan permintaan uang menurun. Menurut teori preferensi
liquiditas, permintaan uang nerhubungan positif dengan output agregat dan
berhubungan negatif dengan suku bunga.
Kelemahan teori irving
fisher kuantitas uang yaitu sulit untuk menentukan unit transaksi sebenarnya
yang terjadi (T) karena dalam perekonomian tidak hanya dihasilkan satu produk,
tetapi lebih dari itu. Untuk itu, maka nilai T yang digunakan adalah nilai
output riil atau PDB riil sehingga persamaannya menjadi M x V = P x T
*PENAWARAN UANG
Penawaran uang adalah
jumlah semua uang yang beredar dalam suatu perekonomian. Menurut ekonom klasik
Mengartikan uang sebagai uang kertas dan uang logam yang ada ditangan
masyarakat ( uang kartal)karena hanya
uang inilah yang benar-benar merupakan daya beli yang langsung bisa digunakan
serta mempengaruhi harga barang.
Selasa, 09 April 2013
Ketimpangan Pendapatan
KETIMPANGAN
PENDAPATAN
Kesenjangan
pendapatan adalah sebuah realita yang ada di tengah masyarakat dunia ini, Di
negara berkembang masalah ketimpangan selalu menjadi isu penting, karena adanya
kecenderungan bahwa kebijakan pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi
telah menimbulkan semakin tinngi tingkat kesenjangan yang terjadi. Hal ini
telah dikemukakan oleh Kuznet (1996) dengan hasil penelitiannya di beberapa
negara, demikian pula dengan Adelman dan Morris (1973) serta Chennery dan
Syrquin (1995)
Pembangunan
Ekonomi yang tidak merata di Indonesia mengakibatkan ketimpangan pendapat antar
daerah merupakan persoalan penting dalam mengkaji perekonomian di Indonesia.
Sebagai sebuah negara
yang terdiri dari ribuan pulau perbedaan karakteristis wilayah adalah
konsekuensi yang tidak dapat di hindari oleh Indonesia. Karena karakteristik
wilayah mempunyai pengaruh kuat pada terciptanya pola pembangunan ekonomi, maka
tidak mengherankan bila pola pembangunan ekonomi wilayah di Indonesia tidak
seragam. Ketidakseragaman ini akan berpengaruh pada kemampuan untuk tumbuh pada
gilirannya akan mengakibatkan beberapa wilayah mampu tumbuh cepat sementara
wilayah lainnya tumbuh lambat. Selanjutnya kemampuan tumbuh yang berbeda ini
akan mengakibatkan terjadinya ketimpangan pendapat antar wilayah di Indonesia.
Perbedaan karakteristik
wilayah yang ada di Indonesia antara lain menyangkut beberapa indikator sebagai
berikut. Pertama, jumlah dari kepadatan pendududk. Penduduk Jawa pada tahun
2000 adalah sekitar 60% dari total penduduk sementara wilayah nya hanya sekitar
6% dari total luas Indonesia. Kondisi ini akan mengait dengan berbagai variabel
yang pada satusisi akan memberikan keuntungan sementara pada sisi lain akan
mendatangkan kerugian. Kedua, digandakan dengan berbagai upaya yang dilakukan
masing-masing wilayah dalam bidang investasi, maka setiap wilayah mempunyai
daya tarik tersendisi bagi investor, baik domestik maupun asing. Sebagai
akibatnya, wilayah dengan daya tarik lemah kurang dipilih oleh investor.
Mengngat investasi adalah salah satu komponen pembentuk pendapatan wilayah
(PDRB), maka perbedaan investasi akan mengakibatkan terjadinya perbedaan
pendapatan. Ketiga, karena ada wilayah yang mampu tumbuh cepat dan ada pula
yang tumbuh lambat, maka pangsa sektor sekunder untuk masing-masing wilayah
juga tidak sama.
Ketimpangan pendapatan di Indonesia saat ini cenderung meningkat pada
tingkatan yang cukup mengkhawatirkan. Koefisien gini yang menunjukkan tingkat
ketimpangan berada pada tingkatan yang cukup mengkhawatirkan, yaitu 0,42.
Pengertian koefisien gini adalah jika pendapatan semua orang sama maka koefisien gini adalah nol. Sedangkan, jika seluruh pendapatan hanya dikuasai oleh satu orang maka koefisien gini adalah satu. Koefisien gini adalah pengukuran sesaat yang tidak menjelaskan bagaimana ketimpangan itu terjadi dan bagaimana kelanjutannya.
Ketimpangan pada
tingkatan tertentu yang terjadi karena peningkatan produktivitas tenaga kerja
terampil dan sumbangan teknologi adalah positif. Tetapi, ketimpangan yang
tinggi karena kesempatan yang tidak sama, kekakuan sosial, dan kronisme
membaha yakan keberlanjutan perkembangan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
sekalipun diikuti oleh penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan, tetapi
golongan atas mendapatkan manfaat yang jauh lebih besar.
Sebagian besar pekerja
di Indonesia, sekitar dua per tiga bekerja di sektor informal yang tidak
mendapatkan bagian yang memadai dari pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan yang
tinggi berakibat pada kekakuan sosial, menghambat mobilitas sosial, dan
selanjutnya melemahkan kesatuan sosial yang mengancam keberlanjutan
perkembangan ekonomi dan keutuhan bangsa.
Sekalipun beberapa faktor memengaruhi ketimpangan pendapatan, seperti perbedaan keterampilan dan keahlian, usia, dan geografi, tetapi kebijakan pemerintah memegang peranan penting.
Kebijakan pemerintah
juga penting dalam mengatasi sumber ketimpangan dengan kebijakan yang
progresif. Bukan sekadar redistribusi dan peningkatan pajak, melainkan
kebijakan yang menjawab ketimpangan dengan pertumbuhan dan kesejahteraan yang
lebih tinggi.
Pemerintah dapat
mengurangi ketimpangan dengan tiga cara, yaitu pajak, pengeluaran pemerintah,
dan regulasi. Pajak adalah cara paling efektif, yaitu dengan menerapkan pajak
progresif kepada golongan kaya untuk membiayai pengeluaran pemerintah dalam
program sosial. Tetapi, pajak progresif di Indonesia tidak dapat berjalan
dalam praktiknya karena kelemahan sistem perpajakan dan ketaatan membayar
pajak yang rendah.
Program pemerintah
dalam bentuk subsidi energi yang dalam Rancangan APBN 2013 dianggarkan
sekitar Rp 300 triliun ternyata lebih menguntungkan golongan mampu daripada
mereka yang miskin sehingga menambah, bukan mengurangi ketimpangan. Begitu
pula program beras untuk orang miskin (raskin) banyak diselewengkan. Program
subsidi pendidikan dapat dikatakan cukup membantu golongan miskin yang
memungkinkan anak mereka memperoleh mobilitas sosial yang lebih tinggi,
sekalipun masih belum optimal. Asuransi kesehatan masih sangat terbatas
jangkauannya.
Upaya mengatasi ketim-
pangan dapat sejalan dengan pertumbuhan dan peningkatan kesejahteraan.
Pemerataan kesempatan merupakan jalan efektif bagi mobilitas sosial. Karena
itu, kronisme dan korupsi yang menghambat mobilitas sosial harus
diminimalkan. Pajak, sekalipun tidak progresif, harus diefektifkan karena
sebagai sumber utama bagi program sosial untuk mengatasi ketimpangan dan
kemiskinan. Investasi pada golongan muda akan sangat menentukan pengurangan
ketimpangan pada masa datang. Program sosial mencakup pendidikan, kesehatan,
dan jaminan sosial lainnya harus ditingkatkan efektivitas dan jangkauan
pelaksanaannya untuk memberikan basis bagi golongan miskin melakukan
mobilitas sosial.
Mengatasi ketimpangan
dan meningkatkan kesejahteraan tidak harus membuat peran negara menjadi terlalu
besar karena akan memberatkan perekonomian. Perhatian ditujukan pada
kemampuan membiayai program sosial. Pengeluaran yang salah arah, seperti
subsidi bahan bakar minyak (BBM), harus dikoreksi dengan subsidi langsung
yang mengena pada kelompok sasaran. Program sosial haruslah fleksibel dan
inovatif. Manfaatkan teknologi untuk mengefektifkan pelaksanaan program
sosial. Apa yang penting adalah menjaga keterbukaan kesempatan yang sama
dengan efektivitas pajak dan program sosial yang dijalankan pemerintah.
Keberlanjutan
perkembangan ekonomi sangat ber gantung pada rendahnya ketimpangan dan
persamaan kesempatan bagi mobilitas yang tinggi. Ketimpangan yang tinggi akan
menghambat perekonomian karena menurunkan partisipasi masyarakat dan
melemahkan kohesi sosial.
|
Dampak
Sosial
Ketimpangan
pendapatan yang parah juga memiliki dampak sosial yang cukup serius. Makin
tinggi derajat ketimpangan, maka potensi konflik sosial akan makin besar.
Konflik buruh yang terjadi sepanjang tahun 2012 adalah salah satunya. Buruh
sebagai salah satu faktor produksi dan konsumsi tidak turut merasakan manisnya
kue pembangunan. Sementara itu, para miliarder menikmati manisnya pertumbuhan
yang didorong oleh tingginya konsumsi yang berkontribusi terhadap meningkatnya
jumlah kekayaan mereka. Kondisi yang terjadi adalah orang kaya menguasai kue
pembangunan hingga 85% dan sisanya diperebutkan masyarakat umum termasuk buruh.
Kemudian pada
kelompok masyarakat yang termasuk dalam kuantil (quintile) terbawah,
tingkat pendapatan akan mengalami berbagai masalah. Laporan Policy Review
Perkumpulan Prakarsa menyebutkan kinerja Indonesia paling dasar yakni
menanggulangi masalah kelaparan ternyata paling buruk di Asia Tenggara. Indeks
kelaparan global Indonesia hanya turun dari 12,47 menjadi 12 yang termasuk
dalam kategori kelaparan serius. Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan
meningkatnya jumlah orang kaya di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Wijaya Adi, Kajian ketimpangan pembangunan ekonomi antar
wilayah indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekonomi dan
Pembangunan (PEP-LIPI), Jakarta, 2001
Umar Juoro ;
Mengatasi Ketimpangan Pendapatan, Ekonom Senior di CIDES dan the Habibie Center,
Republika, 22 Oktober 2012
Langganan:
Postingan (Atom)