KETIMPANGAN
PENDAPATAN
Kesenjangan
pendapatan adalah sebuah realita yang ada di tengah masyarakat dunia ini, Di
negara berkembang masalah ketimpangan selalu menjadi isu penting, karena adanya
kecenderungan bahwa kebijakan pembangunan yang mengutamakan pertumbuhan ekonomi
telah menimbulkan semakin tinngi tingkat kesenjangan yang terjadi. Hal ini
telah dikemukakan oleh Kuznet (1996) dengan hasil penelitiannya di beberapa
negara, demikian pula dengan Adelman dan Morris (1973) serta Chennery dan
Syrquin (1995)
Pembangunan
Ekonomi yang tidak merata di Indonesia mengakibatkan ketimpangan pendapat antar
daerah merupakan persoalan penting dalam mengkaji perekonomian di Indonesia.
Sebagai sebuah negara
yang terdiri dari ribuan pulau perbedaan karakteristis wilayah adalah
konsekuensi yang tidak dapat di hindari oleh Indonesia. Karena karakteristik
wilayah mempunyai pengaruh kuat pada terciptanya pola pembangunan ekonomi, maka
tidak mengherankan bila pola pembangunan ekonomi wilayah di Indonesia tidak
seragam. Ketidakseragaman ini akan berpengaruh pada kemampuan untuk tumbuh pada
gilirannya akan mengakibatkan beberapa wilayah mampu tumbuh cepat sementara
wilayah lainnya tumbuh lambat. Selanjutnya kemampuan tumbuh yang berbeda ini
akan mengakibatkan terjadinya ketimpangan pendapat antar wilayah di Indonesia.
Perbedaan karakteristik
wilayah yang ada di Indonesia antara lain menyangkut beberapa indikator sebagai
berikut. Pertama, jumlah dari kepadatan pendududk. Penduduk Jawa pada tahun
2000 adalah sekitar 60% dari total penduduk sementara wilayah nya hanya sekitar
6% dari total luas Indonesia. Kondisi ini akan mengait dengan berbagai variabel
yang pada satusisi akan memberikan keuntungan sementara pada sisi lain akan
mendatangkan kerugian. Kedua, digandakan dengan berbagai upaya yang dilakukan
masing-masing wilayah dalam bidang investasi, maka setiap wilayah mempunyai
daya tarik tersendisi bagi investor, baik domestik maupun asing. Sebagai
akibatnya, wilayah dengan daya tarik lemah kurang dipilih oleh investor.
Mengngat investasi adalah salah satu komponen pembentuk pendapatan wilayah
(PDRB), maka perbedaan investasi akan mengakibatkan terjadinya perbedaan
pendapatan. Ketiga, karena ada wilayah yang mampu tumbuh cepat dan ada pula
yang tumbuh lambat, maka pangsa sektor sekunder untuk masing-masing wilayah
juga tidak sama.
Ketimpangan pendapatan di Indonesia saat ini cenderung meningkat pada
tingkatan yang cukup mengkhawatirkan. Koefisien gini yang menunjukkan tingkat
ketimpangan berada pada tingkatan yang cukup mengkhawatirkan, yaitu 0,42.
Pengertian koefisien gini adalah jika pendapatan semua orang sama maka koefisien gini adalah nol. Sedangkan, jika seluruh pendapatan hanya dikuasai oleh satu orang maka koefisien gini adalah satu. Koefisien gini adalah pengukuran sesaat yang tidak menjelaskan bagaimana ketimpangan itu terjadi dan bagaimana kelanjutannya.
Ketimpangan pada
tingkatan tertentu yang terjadi karena peningkatan produktivitas tenaga kerja
terampil dan sumbangan teknologi adalah positif. Tetapi, ketimpangan yang
tinggi karena kesempatan yang tidak sama, kekakuan sosial, dan kronisme
membaha yakan keberlanjutan perkembangan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi
sekalipun diikuti oleh penurunan tingkat pengangguran dan kemiskinan, tetapi
golongan atas mendapatkan manfaat yang jauh lebih besar.
Sebagian besar pekerja
di Indonesia, sekitar dua per tiga bekerja di sektor informal yang tidak
mendapatkan bagian yang memadai dari pertumbuhan ekonomi. Ketimpangan yang
tinggi berakibat pada kekakuan sosial, menghambat mobilitas sosial, dan
selanjutnya melemahkan kesatuan sosial yang mengancam keberlanjutan
perkembangan ekonomi dan keutuhan bangsa.
Sekalipun beberapa faktor memengaruhi ketimpangan pendapatan, seperti perbedaan keterampilan dan keahlian, usia, dan geografi, tetapi kebijakan pemerintah memegang peranan penting.
Kebijakan pemerintah
juga penting dalam mengatasi sumber ketimpangan dengan kebijakan yang
progresif. Bukan sekadar redistribusi dan peningkatan pajak, melainkan
kebijakan yang menjawab ketimpangan dengan pertumbuhan dan kesejahteraan yang
lebih tinggi.
Pemerintah dapat
mengurangi ketimpangan dengan tiga cara, yaitu pajak, pengeluaran pemerintah,
dan regulasi. Pajak adalah cara paling efektif, yaitu dengan menerapkan pajak
progresif kepada golongan kaya untuk membiayai pengeluaran pemerintah dalam
program sosial. Tetapi, pajak progresif di Indonesia tidak dapat berjalan
dalam praktiknya karena kelemahan sistem perpajakan dan ketaatan membayar
pajak yang rendah.
Program pemerintah
dalam bentuk subsidi energi yang dalam Rancangan APBN 2013 dianggarkan
sekitar Rp 300 triliun ternyata lebih menguntungkan golongan mampu daripada
mereka yang miskin sehingga menambah, bukan mengurangi ketimpangan. Begitu
pula program beras untuk orang miskin (raskin) banyak diselewengkan. Program
subsidi pendidikan dapat dikatakan cukup membantu golongan miskin yang
memungkinkan anak mereka memperoleh mobilitas sosial yang lebih tinggi,
sekalipun masih belum optimal. Asuransi kesehatan masih sangat terbatas
jangkauannya.
Upaya mengatasi ketim-
pangan dapat sejalan dengan pertumbuhan dan peningkatan kesejahteraan.
Pemerataan kesempatan merupakan jalan efektif bagi mobilitas sosial. Karena
itu, kronisme dan korupsi yang menghambat mobilitas sosial harus
diminimalkan. Pajak, sekalipun tidak progresif, harus diefektifkan karena
sebagai sumber utama bagi program sosial untuk mengatasi ketimpangan dan
kemiskinan. Investasi pada golongan muda akan sangat menentukan pengurangan
ketimpangan pada masa datang. Program sosial mencakup pendidikan, kesehatan,
dan jaminan sosial lainnya harus ditingkatkan efektivitas dan jangkauan
pelaksanaannya untuk memberikan basis bagi golongan miskin melakukan
mobilitas sosial.
Mengatasi ketimpangan
dan meningkatkan kesejahteraan tidak harus membuat peran negara menjadi terlalu
besar karena akan memberatkan perekonomian. Perhatian ditujukan pada
kemampuan membiayai program sosial. Pengeluaran yang salah arah, seperti
subsidi bahan bakar minyak (BBM), harus dikoreksi dengan subsidi langsung
yang mengena pada kelompok sasaran. Program sosial haruslah fleksibel dan
inovatif. Manfaatkan teknologi untuk mengefektifkan pelaksanaan program
sosial. Apa yang penting adalah menjaga keterbukaan kesempatan yang sama
dengan efektivitas pajak dan program sosial yang dijalankan pemerintah.
Keberlanjutan
perkembangan ekonomi sangat ber gantung pada rendahnya ketimpangan dan
persamaan kesempatan bagi mobilitas yang tinggi. Ketimpangan yang tinggi akan
menghambat perekonomian karena menurunkan partisipasi masyarakat dan
melemahkan kohesi sosial.
|
Dampak
Sosial
Ketimpangan
pendapatan yang parah juga memiliki dampak sosial yang cukup serius. Makin
tinggi derajat ketimpangan, maka potensi konflik sosial akan makin besar.
Konflik buruh yang terjadi sepanjang tahun 2012 adalah salah satunya. Buruh
sebagai salah satu faktor produksi dan konsumsi tidak turut merasakan manisnya
kue pembangunan. Sementara itu, para miliarder menikmati manisnya pertumbuhan
yang didorong oleh tingginya konsumsi yang berkontribusi terhadap meningkatnya
jumlah kekayaan mereka. Kondisi yang terjadi adalah orang kaya menguasai kue
pembangunan hingga 85% dan sisanya diperebutkan masyarakat umum termasuk buruh.
Kemudian pada
kelompok masyarakat yang termasuk dalam kuantil (quintile) terbawah,
tingkat pendapatan akan mengalami berbagai masalah. Laporan Policy Review
Perkumpulan Prakarsa menyebutkan kinerja Indonesia paling dasar yakni
menanggulangi masalah kelaparan ternyata paling buruk di Asia Tenggara. Indeks
kelaparan global Indonesia hanya turun dari 12,47 menjadi 12 yang termasuk
dalam kategori kelaparan serius. Kondisi ini sangat bertolak belakang dengan
meningkatnya jumlah orang kaya di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Wijaya Adi, Kajian ketimpangan pembangunan ekonomi antar
wilayah indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekonomi dan
Pembangunan (PEP-LIPI), Jakarta, 2001
Umar Juoro ;
Mengatasi Ketimpangan Pendapatan, Ekonom Senior di CIDES dan the Habibie Center,
Republika, 22 Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar