Distribusi pendapatan dalam islam yang diajadikan batasan kebutuhan adalah maqasidul Syar’i (agama, diri/personal, akal, keturunan dan harta). Sistematika yan dikembangkan oleh para fuqoha dalam memenuhi maqasidul Syar’I mengacu pada skala prioritasdengan urutan sebagai berikut: 1) Ad-Daruriyyah: suatu skala kebutuhan yang berkaitan erat dengan kebaikan dan kepentingan umumdalam menjalani hidup di dunia dan di akhirat. 2) Al-Hajiyah: suatu skala kebutuhan yang berkaitan erat dengan kemudahan dan penghindaran dari kesulitandalam menjalani hidup di dunia dan di akhirat. 3) At-Tashniyyah: suatu skala kebutuhan yang berkaitan erat dengan kelengkapan dan kecakapan melaksanakan hidup di dunia dan di akhirat.[3]
Islam sendiri menawarkan konsep optimalisasi proses distribusi-redistribusi pendapatan. Konsep ini menuntut bantuan otoritas dari pemerintah (Negara) dan ada pula yang memang sangat bergantun pada konsep ketaatan dan karitatif personal (rumah tangga) maupun masyrakat muslim.
B. Distribusi Pendapatan Dalam Konsep Negara
Prisnsip-prinsip ekonomi yang dibangun di atas nilai moral islam mencanangkan kepentingan distribusi pendpatan secara adil.pada sarjana muslim banyak membicarakan objektivitas perekonomian berbasis Islampada level Negara terkait dengan,penjaminan level minimum kehidupan bangsa bagi mereka yang berpendapatan di bawah kemampuan pemenuhan kebutuhan dasar, Negara wajib bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan materi bagi lingkungan social maupun individu dengan memaksimalkan pemanfaatan atas sumber daya yang tersedia. Karena itu Negara wajib mengeluarkan kebijakanyang mengupayakan stabilitas ekonomi, kesetaraan, ketenaga kerjaan pembangunan social ekonomi dan lain sebagainya. Negara juga bertanggung jawab atas manejemen.kepemilikan publikyang pemanfaatannya diarahkan untuk seluruhanggota social, menahbiskan yang baik dan mencegah yang buruk bagimasyarakat secara umum, memproteksi dan mereservasimoral komitmen seluruh bangsa.
Startegi pembangunan berbasis islam menyajikan 3 system: 1.system penyaringan atau filter, yang terdiri dari maslahah syar’iyyah dan mekanisme harga di pasar. 2. mendorong para agen ekonomi untuk melakukan pemuasan kebutuhan tanpa merusak dan membahayakan lingkungan. 3. rekontruksi terhahadap sosioekonomi, dengan tujuan pemerataan kesejahteraan, menghindari perbuatan ria, dan mereformasi system keuangan untuk mendukung terwujudnya dua tujuan di atas.
Untuk menciptakan nuansa pasar yang terbuka, berkaitan dengan struktur produksi dan dinamika tenaga kerja, harus diadakan pengoptimalan sumber daya (alam dan manusia).kemudian dilanjutkan dengan model ekonomi politik dalam pengambilan keputusan dan kebijakan pemerintahan yang berdampak secara langsung dan tidak langsung kepada distribusi pendapatan.
a. Pengelolaan Sumber Daya
Dalam pengelolaan sumber daya, Negara harus mampu mendistribusikan sumber daya yang ada dengan baik dan maksimal. Kebijakan distribusi menganut kesamaan dalam kesempatan kerja, pemerataan kesejahteraan dan pemanfaatan lahan yang menjadi sector publik
Ajaran islam memberikan otoritas kepada pemerintah dalam menentukan penggunaan lahan untuk kepentingan public dan Negara, distribusi tanah kepada sector swasta, penarikan pajak, subsidi, dan keistimewaannon monetarylainnya yang unsur legalitasnyadikembalikan kepada aturan syari’ah.semua keistimewaan tersebut harusdiarahkan untuk memenuhi kepentingan publikdan pembebasan kemiskinan.
b. Model Ekonomi Politik
Kebijakan ekonomi politik diarahkan untuk melayani kepentingan individu dan umum secara sekaligus. Model ini menfokuskan kepada keimbangan, harmonisasi dan permanen dari kedua kepentingan tersebut. Kebijakan ekonomi politk islam juga melayani kesejahteraanmateri dan kebutuhan spiritual. Kebijakan ini memperhatikan setiap aktivitas ekonomi individu,selama aktivitas itu berada dalamperencanaan dan orientasihanya kepada Allah SWT.
Aspek ekonomi politik Islam yang dilakukan oleh para khalifah adalah dalam rangka mengurusi dan melayani umat. Ada dua hal penting yng harus diperhatikan oleh umat islamuntuk memperoleh kesuksesan system islam dalam distrubusi pendapatan, yaitu;perilaku konsumsi (mustahik menjadi muzaki) dan pengembangan intermediary system untuk lebih menyelengggarakan instrument-instrumen kebijakan fiscal dalam islam yang khusus diproyeksikan untuk distribusi pendapatan.
C. Distribusi Pendapatan Dalam Konteks Rumah Tangga.
Distribusi pendapatan dalam konteks rumah tangga tidak terlepas dari terminolgi shadaqah. Pengertian shadaqah di sini bukan berarti sedekah dalam konteks pengertian bahasa Indonesia. Karena shadaqah dalam kontek terminology Al qur’an dapat dipahami dalam dua aspek, yaitu: pertama: shodaqah wajibah yang berarti bentuk-bentuk pengeluaran rumah tangga yang berkaitan dengan instrument distribusi pendapatan berbasis kewajiban. Untuk kategori ini bisa berarti kewajiban personal seseorang sebagai muslim, seperti warisan dan bisa juga berarti kewajiban seorang muslim dengan muslim lainnya. Kedua:shadaqah nafilah (sunnah) yang berarti bentuk-bentuk pengeluaran rumah tangga yang ber4kaitan dengan instrument distribusi pendapatan berbasis amal karikatif, seperti sedekah.[4]
Pertama: shadaqah wajibah (wajib dan khusus dikenakan bagi orang muslim) adalah:
· Nafaqah: keawajiban tanpa syarat dengan menyediakan kebutuhan yang diberikan kepada pihak atau orang-orang yang menjadi tanggungannya. Nafkah tersebut ditujukan untuk enam kelompok; diri sendiri, istri, saudar, pembantu wabita, budak dan hewan peliharaan.[5]
· Zakat : Kewajiban seorang muslim untuk menyisihkan sebagian hartanya, untuk didistribusikan kepada kelompok tertentu (8 ansaf). Di sisi lain zakat adalah pajak resmi yang wajib dijalankan oleh pemerintahan Islam yang diambil dari orang kaya untuk diberika kepada yang berhak menerimanya[6].
· Udhiyah : kurban binatang ternak pada saat hari raya Idul Adha dan hari tasyrik.
· Warisan : pembagian harta yang ditinggalkan oleh orang yang sudah meninggal, kepada para ahli warisnya
· Musaadah : Bantuan kepada orang lain yang sedang terkena musibah, tanpa ada pamrih apapun.
· Jiwar : Bantuan yang diberikan kepada tetangga, hal ini dianjurkan oleh Nabi, seperti diungkapkan dalam hadis berikut:”barang siapa yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hormatilah tetanggamu.
· Diyafah : Kegiatan memberikan jamuan kepada tamu yang datang.
Kedua: Shadaqah Nafilah (sunnah dan khusus dikenakan bagiorang muslim) adalah:
· Infak : Sedekah yang diberikan kepada orang lain jika kondisi keuanganrumah tangganya sudah sudah berada di atas nisab. Jadi seorang muslim tida dituntut untuk kmendistribusikan hartanya untuk infak sebelummemenuhi kewajiban membayar zakat.
· Aqiqah : kegiatan pemotongan kambing untuk anak yang dimilikinya (dilahirkannya), satu ekor untuk anak perempuan dan dua ekor untuk anak laki-laki.
· Wakaf : menahan suatu benda untuk diambil manfaatnya untuk kepentingan umum sesuai dengan ajaran Islam.[7]
· Wasiat : pendistribusian harta kepada orang lain setelah pemilik harta tersebut meninggal, maksiaml 1/3 harta yang ditinggalkan (warisan).
Kemudian distribusi pendapatan dalam konteks rumah tangga juga berkaitan dengan terminology had/hudud atau pertaubatan dalam perbuatan dosa. Dengan berwujud kafarat dan dam (diyat).kedua hal tersebut merupakan satu bentuk hukuman yang bernuansa distribusi-redistribusi pendapatan. Dalam hal ini nampak jelas Islam memberikan pelajaran kepada kita bahwa dengan memberi dan menolong orang lain berarti seseorang telah memberi dan menolong dirinya sendiri.
Selain itu, distribusi pendapatan juga dapat di lakukan dengan melakukan transaksi pinjam-meminjam, sewa-menyewa, upah, dan jual beli. Dalam ajaran Islam mendistribusikan pendapatan rumah tangga ada skala prioritas yang ketat. Dari kepemilikan asset yang dimiliki pertama yang harus dikeluarkan atau didistribusikan adalah (1) membayar utang, (2) membayar zakat, ketika asset tersebut sudah memenuhi syarat barang yang wajib dizakati, baik nisab maupun haul. Sedangkan pendistribusian lain seperti: infaq, udhiyah, wakaf dan wakaf dilakukan setelah terpenuhinya kewajiban zakat. Pelaksanaannya sepenuhnya diserahkan kepada keleluasaan setiap muslim, pemerintah tidak berperan dalm hal ini. Dalam hal warisan,dilaksanakan setelah pemilik aset atau harta meninggal dunia.
D. Dampak Distribusi Pendapatan Dalam Islam
Dampak dari distribusi pendapatan dalam bukan saja pada aspek ekonomi tetapi juga aspek social dan politik. Oleh karena itu islam memperhatiakn berbagai sisi dari perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhannya, misal: dalam jual beli utang piutang, dan sebagainya. Dampak yang ditimbulkan dari distribusi pendapatan yang didasarkan atas konsep islam:
1. Dalam konsep islam perialku distribusi masyaraka tmerupakan bagian dari bentuk proses kesadaran masyarakat dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.oleh karena itu distribusi dalam islam akan menciptakan kehidupan yang saling manghargai dan menghormati antara satu dengan yang lain,karena antara satu dengan yang lain tidak akan sempurnaeksistensinya sebagai manusia jika tidak ada yang lain.
2. Seorang muslim akan akan menghindari praktek distribusi yang menggunakan barang-barang yang merusak masyarakat, miasalnya minuman kerasa,pemabajakan dan lain-lain. Karena dalam islam bukan hanya pengoptimalisasian dampak kemampuan manusia tetapi juga pengaruh terhadapperiklaku pengkomsusi.
3. Negara bertanggung jawab atas mekanisme distribusi dengan mengedepankan kepentingan umum daripada kepentingan kelompok atau pribadi.
4. Negara mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas public yang berhubungan dengan masalah pengoptimalisasi distribusi pendapatan, seperti; sekolah, rumah sakit dan lapangan kerja.[8]
E. Kesimpulan
Distribusi pendapatan dalam islam yang diajadikan batasan kebutuhan adalah maqasidul Syar’i: agama, diri/personal, akal, keturunan dan harta. Fokus dari distribusi pendapatan dalam Islam adalah proses pendistribusiannya dan bukan output dari distribusi tersebut.
Islam sendiri menawarkan konsep optimalisasi proses distribusi-redistribusi pendapatan. Konsep ini menuntut bantuan otoritas dari pemerintah (Negara) dan ada pula yang memang sangat bergantun pada konsep ketaatan dan karitatif personal (rumah tangga) maupun masyrakat muslim.
DAFTAR PUSTAKA
Daud Ali, Muhammad, System Ekonomi Islam Zakat Dan Wakaf, Universitas Indonesia Perss, Jakarta,1988
Nasution, Mustafa Edwin, dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana Predana Media Group, Jakarta,2006
Sudarsono, Heri, Konsep Ekonomi Islam, Ekonisia, Yogyakarta, 2004
Qardhawi, Yusuf. Norma Dan Etika Ekonomi Islam, Gema Insani Perss, 1995
Tidak ada komentar:
Posting Komentar